
Leads Indonesia
Articles
MENGGIRING SOCIETY 5.0 SEBAGAI AKSELERASI PEMBANGUNAN MENUJU INDONESIA EMAS 2045

sevima.com
Society 5.0 mungkin awam bagi sebagian orang. Istilah ini bisa diartikan sebagai era dimana teknologi-teknologi yang ditemukan pada Revolusi Industri 4.0 diaplikasikan untuk mengatasi masalah-masalah sosial.
Di era Revolusi Industri 4.0, tak hanya teknologi yang maju tetapi juga kecerdasan manusia. Ditemukannya Artificial Intelligence (Al) menjadi bukti bahwa robot mungkin akan “menjajah” manusia seperti yang ada pada film “Terminator” garapan James Cameron.
Walaupun fiktif dan mustahil terjadi, hal tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan di kemudian hari. Bagaimana bisa manusia hancur di tangan barang ciptaannya?

timesindonesia.co.id
Di era revolusi industri ke empat inilah teknologi dan mesin mulai dikembangan. Komputer, robot, internet dan gawai, serta kecanggihan lain telah meningkat pesat. Era revolusi ini kemudian merambat ke dalam lini kehidupan manusia.
Kebiasaan-kebiasaan nonteknologi pada zaman sekarang ini sulit ditemukan, terlebih di era pandemi yang mengharuskan interaksi secara online. Para bibit bangsa juga terbawa dalam arus ini didukung kegiatan belajarnya yang bergantung pada gawai dan internet.
Kebiasaan-kebiasaan para remaja dewasa ini bisa dibilang sangat terikat pada gawai. Bangun tidur mereka mencari handphone, makan sambil memainkan handphone, dan bahkan menghilangkan kejenuhan juga dengan handphone.
Banyak yang berkata bahwa teknologi yang digunakan secara bijak akan mendatangkan manfaat positif. Kalimat tersebut sering masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Budaya malas dan kurangnya interaksi membuat rendahnya motivasi para remaja Indonesia untuk berkembang melalui handphone mereka.
Lantas, bagaimana caranya agar sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui? Jawabannya adalah pada taktik dan pendekatan. Remaja Indonesia adalah tipe remaja yang mudah terbawa tren dan cenderung ikut-ikutan.
Mereka akan meniru hal-hal yang menurut mereka aesthetic yang cenderung ke budaya Korea dan budaya Barat. Menurut mereka, budaya bangsa lain selalu menjadi kiblat dalam membangun sebuah tren. Mulai dari model pakaian hingga resep masakan pun menjadi panutan.
Pusat tren remaja saat ini adalah pada TikTok dan media sosial seperti Instagram. Platform ini yang sering digunakan untuk unjuk kemodisan mereka. Mereka akan meniru apa yang sedang viral di FYP (For Your Page) di TikTok maupun di media sosial lain.
Model penyebaran berita pada sekarang ini merambat secara horizontal dimana tren aplikasi saling memengaruhi. Apabila kebiasaan ini terus berlanjut, maka gaya hidup konsumtif dan hedonisme akan semakin menjamur demi memuaskan gengsi.
Media sosial yang semakin berkembang seolah menjadi pisau bermata dua yang bisa meningkatkan pamor dan menjatuhkan mereka.
Istilah seperti circle yang digunakan untuk menyebut lingkaran pertemanan juga berpengaruh pada gaya hidup remaja. Circle bisa dibilang sebagai kunci pembangun moral seperti media sosial.
Jika media sosial berbasis teknologi, maka circle ini berbasis pada gaya hidup di era Society 5.0 yang bergantung pada teknologi. Jadi, apabila memanfaatkan circle dalam remaja dalam penggunaan media sosial dengan benar, maka pembangunan karakter dalam generasi millenial di Society 5.0 akan berhasil.
Bagaimana cara ini bekerja? Pertama yang harus dieksekusi adalah media sosial. Bagaimanapun pada zaman sekarang ini media sosial seperti nadi kedua. Perlu sedikit sentuhan kebijakan pemerintah untuk melakukannya.
Dengan memanfaatkan platform aplikasi berbasis hiburan seperti TikTok, Youtube, dan Instagram, pemerintah dapat memberikan komando untuk mengarahkan content creator yang disegani anak muda agar membuat konten yang mendidik.
Kriteria konten seperti pendidikan, modifikasi dan pengembangan budaya Indonesia, fotografi, dan konten peningkatan skill akan sangat bermanfaat. Konten-konten mendidik inilah yang akan memotivasi sekaligus membangun para remaja untuk meningkatkan keahlian dan mendapatkan karakter masing-masing.
Penegasan berupa pemblokiran konten tidak pantas, perlu benar-benar dilakukan oleh pihak berwenang untuk menekan perusak moral bangsa.
Langkah selanjutnya akan berjalan secara otomatis yaitu penguatan karakter dan budaya anak muda. Melalui circle, mereka akan bersaing dan berkompetisi untuk bisa lebih baik dari circle lain.
Lingkaran pertemanan yang telah tumbuh sesuai moral bangsa akan memengaruhi kelompok remaja lain untuk mengikutinya. Hal ini bisa terjadi karena seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa remaja Indonesia selalui mengikuti tren dan cenderung ikut-ikutan.
Pihak sekolah dan orang tua seharusnya mampu mendukung. Namun, pada kenyataannya pihak-pihak tersebut tidak maksimal dalam menjalankan perannya. Saran ini termasuk saran kuno yang sering digembor-gemborkan dan pada realitanya tidak mudah untuk dijalankan.
Untuk memaksimalkan peran ini, perlu pendekatan langsung kepada orang tua maupun pendidik melalui penyuluh-penyuluh. Pemerintah harus berjuang lebih keras untuk menegaskan program penyuluhan tersebut. Sebut saja “Mendidik Pendidik” sebagai judul dari kebijakan ini.
Taktik lain yaitu lewat teknologi itu sendiri. Cyber digadang-gadang mampu menelisik sosial media sampai ke urat-uratnya. Usaha ini dapat menggandeng Badan Inteligen Negara (BIN) untuk ikut campur dalam arus sosial media.
Langkah ini dapat dilakukan dengan melakukan pembatasan penggunaan sosial media yang ada di Indonesia, misalnya seperti penutupan akses setelah jam 10 malam waktu setempat. Pemblokiran darkweb dan situs yang tidak ramah anak memang harus digalakkan kembali sehingga dapat menciptakan siklus media sosial yang sehat.
Jika dilihat dari wacana di atas, pemerintah memang harus lebih banyak bergerak. Dia bisa menjadi pemimpin karena sudah dipilih dan dipercaya rakyatnya untuk memimpin sehingga harus melakukan gerakan “balas budi”.
Janji-janji peningkatan kesejahteraan dan pembangunan saat kampanye harus dipenuhi karena tugas pemerintah adalah mengatur semua urusan di daerah yang ia pimpin. Apabila pemerintah pusat kesulitan dalam melakukan kebijakan ini, maka ia dapat menerapkan asas desentralisasi pada pemimpin di daerah-daerah. Sinergi antara rakyat dan pemerintah akan menciptakan kombinasi yang epik.
Memang semua terlihat mustahil karena tidak semua orang berpikiran sama. Namun, apabila kita menyatukan pendapat bahwa generasi muda adalah pembawa kunci kemajuan bangsa lalu bersama dengan teknologi yang dapat diterapkan pada era Society 5.0 ke depan.
Editor : Nunung Asmawati
Website : Doan Carlos Embara
Penulis : Nadila Urlia Putri S.P. (Peserta LEADS Article Competition)
Sumber Referensi :